BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kulit merupakan organ tubuh yang terpenting yang berfungsi sebagai sawar (barrier), karena kulit merupakan organ pemisah antara bagian di dalam tubuh dengan lingkungan di luar tubuh. Kulit secara terus-menerus terpajan terhadap faktor lingkungan, berupa faktor fisik, kimiawi, maupun biologik.
Bagian terpenting kulit untuk menjalankan fungsinya sebagai sawar adalah lapisan paling luar, disebut sebagai stratum korneum atau kulit ari. Meskipun ketebalan kulit hanya 15 milimikro, namun sangat berfungsi sebagai penyaring benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Apabila terjadi kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan melampaui kapasitas toleransi serta daya penyembuhan kulit, maka akan terjadi penyakit.
Dermatitis adalah penyakit kulit gatal-gatal, kering, dan kemerahan. Dematitis juga dapat didefinisikan sebagai peradangan pada kulit, baik karena kontak langsung dengan zat kimia yang mengakibatkan iritasi, atau reaksi alergi.
Dengan kata lain, dermatitis adalah jenis alergi kulit. Selain penyebab bahan-bahan kimia, sering kali dermatitis terjadi ketika kulit sensitive kontak langsung dengan perhiasan logam biasanya emas dengan kadar rendah atau perhiasan perak dan kuningan. Jika Anda mengalami kulit kering dan gatal, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi pada dokter, apakah yang terjadi pada kulit Anda teridentifikasi dermatitis.
Jika Anda teridentifikasi dermatitis, maka pertama kali yang harus Anda ketehui adalah penyebab dari penyakit kulit tersebut. Pastikan Anda menghindari penyebab dari iritasi dan alergi. Jangan pernah menggaruk, meskipun rasa gatal tidak tertahankan. Sebab menggaruk tidak akan membuat hilang rasa gatal, melainkan akan memperparah ketidaknyamanan Anda. Sebab menggaruk akan menyebabkan kulit lebih rentan terhadap infeksi kulit dan penyakit kulit lainnya. Biasanya rasa gatal timbul karena area kulit tersebut kering maka gunakan pelembab untuk mengurangi rasa gatal. Gunakan obat kulit untuk dermatitis, juga akan membantu mengurangi rasa gatal.
Dermatitis tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi juga pada anak-anak. Tipe dermatitis yang sering terjadi pada anak-anak yaitu dermatitis atopik yang meruapakan suatu gejala eksim terutama timbul pada masa kanak-kanak. GeJala ini biasanya timbul pada usia sekitar 2 bulan sampai 1 tahun den sekitar 85% pada usia kurang dari 5 tahun. Pada keadaan akut, gejalanya berupa kulit kemerahan, kulit melenting berisi cairan, basah dan sangat gatal. Kadang-kadang disertai infeksi sekunder yang menimbulkan nanah.
2. Rumusan Masalah
a. Apakah definisi dari penyakit dermatitis?
b. Apakah jenis-jenis dari penyakit dermatitis?
c. Bagaumana patofisiologis dari penyakit dermatitis?
d. Reaksi tubuh seperti apakah yang ditunjukkan oleh penderita dermatitis?
e. Bagaimana gejala yang ditimbulkan dari penyakit dermatitis?
f. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan penyakit dermatitis?
3. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu penyakit.
b. Untuk mengetahui definisi dari penyakit dermatitis dan jenis-jenisnya.
c. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologis dari penyakit dermatitis.
d. Untuk mengetahui reaksi tubuh seperti apa yang ditunjukkan oleh penderita dermatitis.
e. Untuk mengetahui gejala yang ditimbulkan dari penyakit dermatitis.
f. Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan penyakit dermatitis.
4. Manfaat
a. Mahasiswa dapat mengetahui penyakit dermatitis dan jeis-jenisnya.
b. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologis penyakit dermatitis.
c. Mahasiswa dapat mengetahui reaksi tubuh apabila menderita penyakit dermatitis.
d. Mahasiswa dapat mengetahui gejala masing-masing jenis dermatitis.
e. Mahasiswa dapat mengetahui pencegahan dan pengendalian dermatitis.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Dermatitis berasal dari kata “dermo” (kulit) dan “itis” (radang/inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan di mana kulit mengalami inflamasi. Dermatitis adalah suatu peradangan pada dermis dan epidermis yang dalam perkembangannya memberikan gambaran klinik berupa efloresensi polimorf dan pada umumnya memberikan gejala subjektif gatal. (Mulyono :1986)
Dermatitis adalah peradangan epidermis dan dermis yang memberikan gejala subjektif gatal dan dalam perkembangannya memberikan efloresensi yang polimorf. (Junaidi Purnawan : 1982)
Berdasarkan etiologinya dermatitis dibagi dalam type :
a. Dermatits kontak
· Dermatitis kontak toksis akut. Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer kuat / absolut. Contok : H2SO4 , KOH, racun serangga.
· Dermatitis Kontak Toksis Kronik. Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer lemah / relatif. Contoh : sabun , detergen.
· Dermatitis Kontak Alergi. Suatu dermatitis yang disebabkan oleh alergen . Contoh : logam (Ag, Hg), karet, plastik, popok atau diaper pada anak-anak, dll.
b. Dermatitis Atopik. Suatu peradangan menahun pada lapisan epidermis yang disebabkan zat-zat yang bersifat alergen. Contoh : inhalan (debu, bulu).
c. Dermatitis Perioral. Suatu penyakit kulit yang ditandai adanya beruntus-beruntus merah disekitar mulut. Penyebabnya tidak diketahui dan bisa muncul pemakaian salep kortikosteroid diwajah untuk mengobati suatu penyakit.
d. Dermatitis Statis. Suatu peradangan menahun pada tungkai bawah yang sering meninggalkan bekas, yang disebabkan penimbunan darah dan cairan dibawah kulit, sehingga cenderung terjadi varises dan edema
Untuk penamaan dermatitis, berbagai klasifikasi sudah diajukan antara lain berdasarkan kondisi kelainan, lokasi kelainan, bentuk kelainan, usia pasien dan sebagainya, contohnya:
a. Berdasarkan lokasi kelainan misalnya dermatitis manus, dermatitis seboroik, dermatitis perioral, dermatitis popok, dermatitis perianal, akrodermatitis, dermatitis generalisata, dsb.,
b. Berdasarkan kondisi kelainan misalnya dermatitis akut, subakut dan kronis atau dermatitis madidans (membasah) dan dermatitis sika (kering), berdasarkan penyebab misalnya dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, dermatitis medikamentosa, dermatitis alimentosa, dermatitis venenata, dermatitis stasis, dan sebagainya,
c. Berdasarkan usia misalnya dermatitis infantil, dsb.,
d. Berdasarkan bentuk kelainan misalnya dermatitis numularis, dsb.
Tetapi, dalam penanganan disarankan untuk menggunakan istilah dermatitis, ditambah dengan satu kata lain untuk menggambarkan kemungkinan penyebab atau mendeskripsikan kondisi. Misal: dermatitis atopic impetigenisata, dermatitis medikamentosa madidans, dan sebagainya. Istilah impetigenisata menunjukkan adanya infeksi sekunder yang ditandai oleh adanya pus, pustul, bula purulen, krusta berwarna kuning tua, pembesaran kelenjar getah bening regional, leukositosis, dan dapat disertai demam (Djuanda, 1999). Dermatitis ada yang didasari oleh faktor endogen, misalnya dermatitis atopik, dermatitis kontak, dan sebagainya. Tetapi kebanyakan penyebab dermatitis ini belum diketahui secara pasti. Sedangkan bila ditinjau dari jenis kelainannya, maka dermatitis atopic adalah dermatitis yang paling sering dibahas, mengingat insidensnya yang cenderung terus meningkat dan dampak yang dapat ditimbulkannya pada kualitas hidup pasien maupun keluarganya (Ellis, 2003).
2. Patofisiologis
Secara umum patofisiologi dari dermatitis dimulai dengan eritema yang didasari oleh dilatasi pembuluh darah perifer dan selanjutnya terjadi edema, karena terjadi intraseluler maka terbentuklah vesikel, pecah timbul erosi dan eksoriasi serta eksudasi. Pengering eksudat membentuk krusta yang berwarna kekuningan atau kehitaman, vesikel yang mengering dapat menimbulkan skuama. Bila tidak diobati dan akibat garukan yang terus menerus yang terjadi penebalan kulit dengan gambaran kulit yang makin jelas dan hiperpigmentasi.
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan sistem kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratinosit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis. Kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang.
Pada dermatitis Kontak Alergik, tipe ini memiliki periode sensitisasi 10-14 hari. Reaksi hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui 2 fase yaitu:
a. Fase sensitisasi
Terjadi saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit mengenal dan memberi respons, yang memerlukan 2-3 minggu. Pada fase induksi/fase sensitisasi ini, hapten masuk ke dalam kulit dan berikatan dengan protein karier membentuk antigen yang lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses lebih dahulu oleh makrofag dan sel langerhans. Kemudian memacu reaksi limfosit T yang belum tersensitisasi di kulit sehingga sensitisasi terjadi pada limfosit T. melalui saluran limfe, limfosit tersebut bermigrasi ke darah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk berdiferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi, sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh, menyebabkan keadaan sensitisasi yang sama di seluruh kulit tubuh.
b. Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen (hapten), hapten akan ditangkap sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR, kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam. Gambaran klinisnya dapat berupa vasodilatasi dan infiltrat perivaskuler pada dermis, edema intrasel, biasanya terlihat pada permukaan dorsal tangan.
1. Gejala Dermatitis
Gejala dermatitis bervariasi dengan semua bentuk yang berbeda dari kondisi tersebut. Mereka berkisar dari ruam kulit untuk ruam atau lecet termasuk bergelombang. Meskipun setiap jenis dermatitis memiliki gejala yang berbeda, ada tanda-tanda tertentu yang umum untuk mereka semua, termasuk kemerahan pada kulit, pembengkakan, gatal-gatal dan lesi kulit dan kadang-kadang berdarah dan jaringan parut. Juga, area kulit di mana gejala muncul cenderung untuk menjadi berbeda dengan setiap jenis dermatitis.
a. Dermatitis Kontak
Gejala dermatitis kontak biasanya muncul di tempat di mana alergen masuk ke kontak dengan kulit. Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan atas dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis iritan kronik.
1) Dermatitis kontak iritan akut
Reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosi) hingga keadaan yang tidak lebih daripada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan reaksi tergantung dari kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri kimiawi kontaktan, adanya oklusi dan lamanya serta frekuensi kontak (Fregret, 1998). Satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam, ataupun oleh detergen. Uap dan debu alkali dapat menimbulkan rekasi iritan pada wajah. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Fregret, 1998). Kontak yang berulang-ulang dengan zat iritan sepanjang hari akan menimbulkan fissura pada kulit (chapping reaction), yaitu berupa kekeringan dan kemerahan pada kulit, akan menghilang dalam beberapa hari setelah pengobatan dengan suatu pelembab. Rasa gatal dapat pula menyertai keadaan ini, tetapi yang lebih sering dikeluhkan pasien adalah rasa nyeri pada bagian yang mengalami fissura. Meskipun efek kumulatif diperlukan untuk menimbulkan reaksi iritan, namun hilnganya dapat terjadi spontan kalau penyebabnya ditiadakan (Fregret, 1998).
2) Dermatitis kontak iritan kronis
DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting (Djuanda, 2003).
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung maka dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian (Djuanda, 2003).
b. Neurodermatitis
Gejala neurodermatitis terbatas pada satu daerah, sering leher, pergelangan tangan, lengan, paha atau pergelangan kaki. Lebih jarang, gejala utama dari kondisi yang mungkin muncul kulit gatal pada daerah genital, seperti vulva atau skrotum. Gejala dermatitis jenis ini mungkin sangat intens dan dapat datang dan pergi. Dermatitis kontak iritan biasanya lebih menyakitkan daripada gatal.
c. Dermatiti Autopik
Meskipun gejala-gejala dermatitis atopik bervariasi dari orang ke orang, gejala yang paling umum adalah kering, gatal, kulit merah. Khas daerah kulit yang terkena meliputi lipatan lengan, bagian belakang lutut, pergelangan tangan, wajah, dan tangan. Kurang umum mungkin ada retak di belakang telinga, dan ruam lainnya berbagai pada setiap bagian tubuh. Gatal adalah gejala utama dari kondisi ini.
d. Dermatitis Herpetiformis
Dermatitis herpetiformis termasuk gejala gatal, menyengat dan sensasi terbakar. Papula dan vesikel yang biasa hadir. Benjolan merah kecil yang berpengalaman dalam jenis dermatitis biasanya sekitar 1 cm, berwarna merah dan dapat ditemukan simetris dikelompokkan atau didistribusikan pada, atas atau punggung bawah bokong, siku, lutut, leher, bahu kulit kepala, dan. Kurang sering, ruam mungkin muncul di dalam mulut atau dekat garis rambut.
e. Dermatitis Seboroik
Gejala-gejala dermatitis seboroik di sisi lain, cenderung muncul secara bertahap, dari skala kering atau berminyak di kulit kepala (ketombe) untuk kerontokan rambut. Pada penyebab yang parah, jerawat dapat muncul di sepanjang garis rambut, belakang telinga, di alis, di jembatan dari hidung, di sekitar hidung, di dada, dan punggung atas. Gejala Pada Bayi:
1) Di area kepala (bagian depan dan samping) ditandai: krusta tebal, pecah-pecah, berwarna kekuningan dan berminyak. Tanda ini disebut cradle cap karena bentuknya yang mirip topi menutupi kulit kepala.
2) Di bagian tubuh yang lain, ditandai: ruam berwarna kemerahan, merah kekuningan, dengan krusta berminyak yang menutupi permukaannya.
Gejala Pada Dewasa:
Pada umumnya ditandai dengan:
1) Keluhan gatal
2) Peradangan pada area seboroik dengan gambaran berbagai bentuk lesi, berwarna kemerahan atau kekuningan disertai dengan adanya skuama, krusta, basah berminyak, dan bisa juga kering.
3) Residif (mudah kambuh) dan bersifat kronis. Diduga behubungan dengan faktor stress, kelelahan, sinar matahari dan iklim.
f. Dermatitis Perioral
Dermatitis perioral menyebabkan ruam bergelombang merah di sekitar mulut. Perioral dermatitis tampak sebagai papuloeritematous kecil, vesikel dan pustule yang timbul terlokalisasi di sekitar mulut dan pada beberapa kasus lesi juga timbul pada perinasal, gabella, dan periocullar.
2. Reaksi Tubuh
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan respon tubuh yang berupa eritema, edema, papul, vesikel, skuama, linefikasi dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia, fisik (contoh: sinar), mikroorganisme (bakteri, jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui pasti. Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah (medidans). Stadium subakut, eritema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis tampak lesi kronis, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, dan papul, mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. Demikian pula jenis efloresensinya tidak selalu harus polimorfi, mungkin hanya oligomorfi.
Perubahan histopatologi dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis, bergantung pada stadiumnya.
a. Pada stadium akut kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula, spongiosis, edema intrasel, dan eksositosis, terutama sel mononuklear. Dermis sembab, pembuluh darah melebar, ditemukan sebukan terutama sel mononuklear; eosinofil kadang ditemukan, bergantung pada penyebab dermatitis.
b. Kelainan pada stadium sub-akut hampir seperti stadium akut, jumlah vesikel di epidermis berkurang, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan parakeratosis; edema di dermis berkurang, vasodilatasi masih tampak jelas, demikian pula sebukan sel radang.
c. Epidermis pada stadium kronis, hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete ridges memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan; vesikel tidak ada lagi. Papila dermis memanjang (papilamatosis), dinding pembuluh darah menebal, dermis terutama di bagian atas bersebukan sel radang mononuklear, jumlah fibroblas dan kolagen bertambah.
3. Makrofag
Selama ini kita mengetahui bahwa yang berperan dalam menjaga imunitas (daya tahan tubuh) seseorang dan menahan serangan antigen (benda asing) yang berasal dari luar adalah antibodi yang dihasilkan oleh sel kebal yang bernama limfosit, padahal ada sel kebal lain yang peranannya tak kalah penting dengan sel limfosit tersebut. Nama sel ini ialah sel makrofag yang dihasilkan oleh jaringan yang terdapat dalam darah sebagai monosit.
Sel makrofag didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dalam sistem fagositik mononuklear (dalam sistem retikulo-endotelial), ini merupakan istilah bagi sel-sel yang sangat fagositik yang tersebar luas di seluruh tubuh terutama pada daerah yang kaya akan pembuluh darah. Makrofag ditemui hampir pada seluruh organ tubuh, terutama pada jaringan ikat longgar.
Makrofag berasal dari sel-sel pada sumsum tulang, dari promonosit kemudian membelah menjadi monosit dan beredar dalam darah. Pada perkembangannya monosit ini berimigrasi ke jaringan ikat, kemudian menjadi matang dan berubah menjadi makrofag. Bentuk sel-sel makrofag dalam darah adalah berupa monosit, dalam jaringan ikat longgar berupa makrofag (histiosit), dalam hati berupa sel Kupffer, dan pada SSP (Susunan Saraf Pusat) sebagai mikroglia.
Makrofag adalah sel besar dengan kemampuan fagositosis, yang berarti “sel makan” dapat disamakan dengan pinositosis yang berarti “sel minum”. Fagositosis yaitu kemampuan untuk mengabsorbsi dan menghancurkan mikroorganisme (bakteri atau benda asing). Cara makrofag untuk menghancurkan (memakan) bakteri atau benda asing tersebut ialah dengan membentuk sitoplasma pada saat bakteri atau benda asing melekat pada permukaan sel makrofag, lalu sitoplasma tersebut melekuk ke dalam membungkus bakteri atau benda asing, tonjolan sitoplasma yang saling bertemu akan melebur menjadi satu sehingga bakteri atau benda asing akan tertangkap di dalam vakuola. Lisosom yang memiliki kemampuan untuk memecah materi yang berasal dari dalam maupun dari luar akan menyatu dengan vakuola sehingga bakteri atau benda asing tersebut akan musnah.
Makrofag memiliki fungsi atau peran utama untuk memakan partikel dan mencernanya bersama-sama dengan lisosom yaitu berkaitan dengan fungsi pertahanan dan perbaikan, fungsi lainnya adalah menghasilkan IL (Inter Leukin) yang mengatur tugas sel-B dan sel-T dari limfosit dan memobilisasi sistem pertahanan tubuh lainnya, makrofag juga merupakan sel sekretori yang dapat menghasilkan faktor nekrosis tumor (TNF = Tumor Nekrosis Faktor) yang dapat membunuh sel tumor, juga menghasilkan beberapa substansi penting termasuk enzim-enzim (lisozim, elastase).
Sel makrofag ini terdapat sebagai makrofag bebas dan makrofag tetap. Makrofag bebas merupakan sel yang mampu bergerak bebas, ditemukan pada jaringan interstisial berupa makrofag dan histiosit. Sedangkan makrofag tetap, tidak mampu bergerak seleluasa makrofag bebas, ditemukan pada jaringan interstisial limpa, kelenjar limfe, dan dalam hepar.
Makrofag (bahasa Inggris: macrophage, MAC, bahasa Yunani: makros, "pemakan besar" dan bahasa Yunani: phagein, "makan") adalah sel pada jaringan yang berasal dari sel darah putih yang disebut monosit. Monosit dan makrofaga merupakan fagosit, berfungsi baik pada pertahanan tidak spesifik dan juga pada pertahanan spesifikvertebrata. Peran mereka adalah untuk memfagositosis selular dan patogen baik sebagai sel tak berubah atau bergerak, dan untuk menstimulasikan limfosit dan sel imun lainnya untuk merespon patogen.
Makrofaga berasal dari monosit yang terdapat pada sirkulasi darah, yang menjadi dewasa dan terdiferensiasi dan kemudian bermigrasi ke jaringan. Makrofaga dapat ditemukan dalam jumlah besar terutama pada jaringan penghantar, seperti yang terhubung dengan saluran pencernaan, di dalam paru-paru (di dalam cairan tubuhmaupun alveoli), dan sepanjang pembuluh darah tertentu di dalam hati seperti sel Kupffer, dan pada keseluruhan limpa tempat sel darah yang rusak didaur keluar tubuh.
Makrofaga mampu bermigrasi hingga keluar sistem vaskuler dengan melintasi membran sel dari pembuluh kapiler dan memasuki area antara sel yang sedang diincar oleh patogen. Makrofaga adalah fagosit yang paling efisien, dan bisa mencerna sejumlah besar bakteri atau sel lainnya. Pengikatan molekul bakteri ke reseptor permukaan makrofaga memicu proses penelanan dan penghancuran bakteri melalui "serangan respiratori", menyebabkan pelepasan bahan oksigen reaktif. Patogen juga menstimulasi makrofaga untuk menghasilkan kemokina, yang memanggil sel fagosit lain di sekitar wilayah terinfeksi.
Sel makrofag didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dalam sistem fagositik mononuklear (dalam sistem retikulo-endotelial), ini merupakan istilah bagi sel-sel yang sangat fagositik yang tersebar luas di seluruh tubuh terutama pada daerah yang kaya akan pembuluh darah. Makrofag ditemui hampir pada seluruh organ tubuh, terutama pada jaringan ikat longgar.
Makrofag berasal dari sel-sel pada sumsum tulang, dari promonosit kemudian membelah menjadi monosit dan beredar dalam darah. Pada perkembangannya monosit ini berimigrasi ke jaringan ikat, kemudian menjadi matang dan berubah menjadi makrofag. Bentuk sel-sel makrofag dalam darah adalah berupa monosit, dalam jaringan ikat longgar berupa makrofag (histiosit), dalam hati berupa sel Kupffer, dan pada SSP (Susunan Saraf Pusat) sebagai mikroglia.
Makrofag adalah sel besar dengan kemampuan fagositosis, yang berarti “sel makan” dapat disamakan dengan pinositosis yang berarti “sel minum”. Fagositosis yaitu kemampuan untuk mengabsorbsi dan menghancurkan mikroorganisme (bakteri atau benda asing). Cara makrofag untuk menghancurkan (memakan) bakteri atau benda asing tersebut ialah dengan membentuk sitoplasma pada saat bakteri atau benda asing melekat pada permukaan sel makrofag, lalu sitoplasma tersebut melekuk ke dalam membungkus bakteri atau benda asing, tonjolan sitoplasma yang saling bertemu akan melebur menjadi satu sehingga bakteri atau benda asing akan tertangkap di dalam vakuola. Lisosom yang memiliki kemampuan untuk memecah materi yang berasal dari dalam maupun dari luar akan menyatu dengan vakuola sehingga bakteri atau benda asing tersebut akan musnah.
Makrofag memiliki fungsi atau peran utama untuk memakan partikel dan mencernanya bersama-sama dengan lisosom yaitu berkaitan dengan fungsi pertahanan dan perbaikan, fungsi lainnya adalah menghasilkan IL (Inter Leukin) yang mengatur tugas sel-B dan sel-T dari limfosit dan memobilisasi sistem pertahanan tubuh lainnya, makrofag juga merupakan sel sekretori yang dapat menghasilkan faktor nekrosis tumor (TNF = Tumor Nekrosis Faktor) yang dapat membunuh sel tumor, juga menghasilkan beberapa substansi penting termasuk enzim-enzim (lisozim, elastase).
Sel makrofag ini terdapat sebagai makrofag bebas dan makrofag tetap. Makrofag bebas merupakan sel yang mampu bergerak bebas, ditemukan pada jaringan interstisial berupa makrofag dan histiosit. Sedangkan makrofag tetap, tidak mampu bergerak seleluasa makrofag bebas, ditemukan pada jaringan interstisial limpa, kelenjar limfe, dan dalam hepar.
1. Limfosit
Limfosit adalah leukosit (sel darah putih) yang ditemukan dalam darah dan jaringan getah bening. Tiga jenis utama dari limfosit adalah sel B atau limfosit B (yang membuat antibodi), sel T atau Limfosit T (yang membantu untuk membunuh sel tumor dan mengendalikan respon imun), dan sel-sel pembunuh alami (yang menghancurkan sel yang terinfeksi atau diubah).
Dematitis kontak alergik didasari oleh reaksi imunologis berupa reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) dengan perantara sel limfosit T. Terdapat dua tahap dalam terjadinya dermatitis kontak alergik, yaitu tahap induksi (sensitivitasi) dan tahap elisitasi. Tahap sensitivitasi dimulai dengan masuknya antigen (hapten berupa bahan iritan) melalui epidermis. Kemudian sel langerhans yang terdapat di epidermis menangkap antigen tersebut selanjutnya akan diproses dan diinterpretasikan pada sel limfosit T. Limfosit T mengalami proliferasi dan diferensiasi pada kelenjar getah bening, sehingga terbentuk limfosit T yang tersensitivitasi. Fase elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang dari antigen yang sama. Antigen yang telah dikenal itu akan langsung mempengaruhi sel limfosit T yang telah tersensitivitasi yang kemudian akan dilepaskan sebagai mediator yang akan menarik sel-sel radang. Hal inilah yang selanjutnya menimbulkan gejala klinis dermatitis.
Akibat infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai super antigen, mengaktifkan makrofag dan limfositT, yang selanjutnya melepaskan histamin. Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap kuman stafilokokus dan steroid topikal. Kenyataan bahwa besar kemungkinan anak dengan dermatitis atopik dapat mengalami rhinitis alergi atau asma. Nampak bahwa hampir setiap imunosit, termasuk sel langerhans, monosit, makrofag, limfosit, selmast, dan keratinosit, menunjukkan abnormalitas pada dermatitis atopik (Sukandar, et al., 2011)
Imunitas seluler dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat akan menurun pada 80% penderita dengan DA, akibat menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+), sehingga rasio limfosit T sitolitik (CD 8+) terhadap limfosit T helper (CD4+) menurun dengan akibat kepekaan terhadap infeksi virus, bakteri, dan jamur meningkat
Sel Langerhans (SL) epidermis dan sel dendritik dermis sebagai sel penyaji antigen (antigen presenting cell,APC) pada DA dapat mengaktifkan sel T alergen spesifik melalui antibodi IgE alergen spesifik yangterikat pada reseptor FcIgE (Wollenberg and Bieber, 2000) .
Aktivasi sel T yang berlebihan pada lesi kulit merupakan ciri khas dari DA. Sel T pada dermatitis atopik akut akan mengeluarkan sitokin Th2 yangakan menginduksi respon lokal IgE untuk menarik sel-sel inflamasi (limfosit dan eosinofil) sehinggamenyebabkan terjadinya peningkatan dan pengeluaran dari molekul adhesi (Helen, 2008).
Dermatitis atopik kronik, juga terjadi peningkatan pengeluaran dari sitokin Th1 seperti IFN- dan IL-12 yang akan memicu terjadinya infiltrasi dari limfosit dan makrofag (Leung and Soter, 2001; Friedmann, Ardern-Jones& Holden, 2010).
Sel T menunjukkan peran sentral dalam proses terjadinya DA. Sel T mempunyai subpopulasi yangberperan dalam terjadinya DA, yaitu Th1 dan Th2. Perkembangan sel T menjadi sel Th2 dipacu oleh IL-10 dan Prostaglandin (PG)E. Sel Th2 mengeluarkan IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10 dan IL-13. Interleukin4, IL-5 dan IL-13 menyebabkan peningkatan level IgE dan eosinofil serta menginduksi molekul adesiyang terlibat pada migrasi sel inflamasi ke lesi kulit. Sel Th1 menginduksi produksi IL-1, IFN- , danTNF, mengaktivasi makrofag dan memperantarai reaksi hipersensivitas tipe lambat. IFN- akanmenghambat proliferasi sel Th2, ekspresi IL-4 pada sel T, dan produksi IgE (Friedmann, Ardern-Jones &Holden, 2010).
Infiltrat seluler yang terbanyak pada lesi DA akut, adalah sel T CD4+ yang mengeluarkan sel Tmemori dan homing reseptor cutaneous lymphocyte-associated antigen (CLA). Sel T ini akanmenyebabkan peningkatan IL-4, IL-5 dan IL-13, dimana IL-4 dan IL-13 berperan penting dalammenginduksi molekul adhesi yang akan menarik sel-sel inflamasi k edalam kulit (Boguniewicz andLeung, 2000).
Imunoregulasi cell mediated Sel-sel langerhans (SL) monosit/magrofag, limfosit, eosinofil, sel mast/basofil dan keratinosit adalah tipe-tipe sel utama yang berperan aktif dalam imunoregulasi DA.
2. Kerusakan pada Jaringan
a. Dermatitis Atopik
Faktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas akibat peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E total dan spesifik, kondisi kulit yang relatif kering (disfungsi sawar kulit), dan gangguan psikis. Faktor eksogen pada DA, antara lain adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan, alergen debu, tungau debu rumah, makanan (susu, sapi, telur), infeksi mikroba, perubahan iklim (peningkatan suhu dan kelembaban), serta hygiene lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor predisposisi sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor pencetus (Boediardja, 2006).
1) Faktor Endogen
· Sawar kulit
Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering baik di daerah lesi maupun non lesi, dengan mekanisme yang kompleks dan terkait erat dengan kerusakan sawar kulit. Hilangnya ceramide di kulit, yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air di ruanf ekstraselular stratum korneum, dianggap sebagai penyebab kelainan fingsi sawar kulit. Variasi pH kulit dapat menyebabkan kelainan metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi sawar kulit menyebabkan peningkatan transepidermal water loss (TEWL) 2-5 kali normal, kulit akan makin kering dan merupakan port d’entry untuk terjadinya penetrasi alergen, iritasi, bakteri, dan virus (Soebaryo, 2009).
· Genetik
Pendapat tentang faktor genetik diperkuat dengan bukti, yaitu terdapat DA dalam keluarga. Jumlah penderita DA di keluarga meningkat 50% apabila salah satu orangtuanya DA, 75% bila kedua orangtuanya menderita DA. Risiko terjadi DA pada kembar monozigot sebesar 77% sedangkan kembar dizigot sebesar 25%. Dari berbagai penelitian terungkap tentang polimorfisme gen dihubungkan dengan DA. Selain itu pada penderita DA atau keluarga sering terdapat riwayat rhinitis alergik dan alergi pada saluran napas.
· Hipersensitivitas
Berbagai hasil penelitian terdahulu membuktikan adanya peningkatan kadar IgE dalam serum dan IgE di permukaan sel Langerhans epidermis. Data statistik menunjukkan peningkatan IgE pada 85% pasien DA dan proliferase sel mast. Pada fase akut terjadi peningkatan IL-4, IL-5, IL-13 yang diproduksi sel Th2, baik di kulit maupun dalam sirkulasi, penurunan IFN-γ juga dihambat oleh prostaglandin (PG) E2 mengaktivasi Th1, sehingga terjadi peningkatan produksi IFN-γ, sedangkan IL-5 dan IL-13 tetap tinggi. Pasien DA bereaksi positif terhadap berbagai alergen. misalnya terhadap alergen makanan 40-96% DA bereaksi positif (pada food challenge test) (Boediardja, 2006).
· Faktor Psikis
Berdasarkan laporan orangtua, antara 22-80% penderita DA menyatakan lesi DA bertambah buruk akibat stress emosi (Boediardja, 2006).
2) Faktor Eksogen
· Iritan
Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol (Boediardja, 2006).
· Alergen
Alergen dapat berupa:
a) Alergen hirup, yaitu debu rumah dan tungau debu rumah. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan kadar IgE RAST (IgE spesifik) (Boediardja, 2006).
b) Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usia kurang dari 1 tahun (mungkin karena sawar usus belum bekerja sempurna). Konfirmasi alergi dibuktikan dengan uji kulit soft allergen fast test(SAFT) atau double blind placebo food challenge test (DBPFCT) (Boediardja, 2006).
c) Infeksi: Infeksi Staphylococcus aureus ditemukan pada >90% lesi DA dan hanya pada 5% populasi normal. Hal tersebut mempengaruhi derajat keparahan dermatitis atopik, pada kulit yang mengalami inflamasi ditemukan unit koloni setiap sentimeter persegi.
· Lingkungan
Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada kekambuhan DA, misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen dioksida, sufur dioksida), walaupun secara pasti belum terbukti. Suhu yang panas, kelembaban, dan keringat yang banyak akan memicu rasa gatal dan kekambuhan DA. Di negara musim, musim dingin memperberat lesi DA, mungkin karena penggunaan heater (pemanas ruangan). Pada beberapa kasus DA terjadi eksaserbasi akibat reaksi fotosensitivitas terhadap sinar UVA dan UVB (Boediardja, 2006).
b. Dermatitis Kontak Iritan
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulir. Kebanyakan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti (Streit, 2001).
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3). AA diubah menjadi prostaglandin (PG) dn leukotriene (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehinga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler (Beltrani et al., 2006; Djuanda, 2003).
DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferase sel tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepakan TNF-α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin (Beltrani et l., 2006).
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan iritan, yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa eritema, edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut (Djuanda, 2003).
Gejala Klinis Dermatitis Kontak Iritan dapat dibagi 2, yaitu:
1) Dermatitis Kontak Iritan Akut
Reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosi) hingga keadaan yang tidak lebih daripada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan reaksi tergantung dari kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri kimiawi kontaktan, adanya oklusi dan lamanya serta frekuensi kontak (Fregret, 1998).
Satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam, ataupun oleh detergen. Uap dan debu alkali dapat menimbulkan reaksi iritan pada wajah. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Fregret, 1998).
Kontak yang berulang-ulang dengan iritan sepanjang hari akan menimbulkan fissura pada kulit (chapping reaction), yaitu kekeringan dan kemerahan pada kulit, akan menghilang dalam beberapa hari setelah pengobatan dengan suatu pelembab. Rasa gatal dapat pula menyertai keadaan ini, tetapi yang lebih sering dikeluhakn pasien adalah rasa nyeri pada bagian yang mengalami fissura. Meskipun efek kumulatif diperlukan untuk menimbulkan reaksi iritan, namun hilangnya dapat terjadi spontan kalau penyebabnya ditiadakan (Fregret, 1998).
2) Dermatitis Kontak Iritan Kronis
Dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bisa bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting (Djuanda, 2003).
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung maka dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian (Djuanda, 2003).
c. Dermatitis Kontak Alergi
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti respon imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat (delayed hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi (Trihapsoro, 2003).
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya (Djuanda, 2003). Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten (alergen yang memiliki berat molekul kecil yang dapat menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan protein untuk membentuk antigen lengkap). Antigen ini kemudian berpenetrasi ke epidermis dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells (APC), dendrosit, dan sel lengerhans (Hogan, 2009; Crowe, 2009). Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh APC ke sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdiferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu (Djuanda, 2003).
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah teersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eicosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema, dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau menyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2 dan sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratinosit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan (Trihapsoro, 2003).
Gejala Klinis pada dermatitis jenis ini adalah sebagai berikut:
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran (Djuanda, 2003).
Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia karet tertentu (phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine) bisa menyebabkan dermatitis purpura, dan derivatnya dapat mengakibatkan dermatitis granulomatosa. Dermatitis pigmentosa dapat disebabkan oleh parfum dan kosmetik (Fregert, 1998).
1. Perubahan fisik/warna pada bagian tertentu akibat terkena Dermatitis
Penyakit dermatitis dapat menunjukkan perubahan fisik/warna pada bagian tertentu kulit. Namun pada setiap jenis dermatitis memberikan perubahan yang berbeda.
a. Dermatitis Kontak Alergik
Dermatitis akut menunjukkan kemerahan, edema, papul, vesiken dan kadang-kadang bula. Lesi berbatas tidak tegas, tunggal atau jamak, berbagai ukuran dan bentuk, tetapi sering discoid, akibat koalisi akan terbentuk lesi yang lebih luas. Dermatitis sub-akut ditandai oleh kemerahan, edema ringan, vesikel kering dan keropeng. Dermatitis kronis muncul sebagai lesi tebal yang kering, bersisik dan kadangkala terdapat fisura.
Secara subyektif penderita umumnya merasakan pruritus yang kadang-kadang tidak tertahankan. Erupsi yang berfisura dan kering, pada tempat tekanan (ujung jari) atau pada daerah fleksor (telapak tangan) akan terasa nyeri.
a. Dermatitis Kontak Alergika
Efek dari dermatitis kontak bervariasi, mulai dari kemerahan yang ringan dan hanya berlangsung sekejap sampai kepada pembengkakan hebat dan lepuhan kulit.
Sisa-sisa sisik, gatal-gatal dan penebalan kulit yang bersifat sementara, bisa berlangsung selama beberapa hari atau minggu.
b. Dermatitis Atopik (Eksim)
Dermatitis atoik kadang muncul pada beberapa bulan pertama setelah bayi lahir. Pada wajah, kulit kepala, daerah yang tertutup popok, tangan, lengan, kaki atau tungkai bayi terbentuk ruam berkeropeng yang warna merah dan berair.
Dermatitis seringkali menghilang pada usia 3-4 tahun, meskipun biasanya akan muncul kebali.
a. Dermatitis Seboreik
Dermatitis Seboreik adalah suatu peradangan pada kulit bagian atas, yang menyebabkan timbulnya sisik pada kulit kepaa, wajah dan kadang pada bagian tubuh lainya.
Dermatitis seboreik biasanya timbul secara bertahap, menyebabkan sisik kering atau berminyak di kulit kepala (ketombe), kadang disertai gatal-gatal tanpa kerontokan rambut.
Pada kasus yag lebih berat, timbul beruntusan/jerawat bersisik kekuningan sampai kemerahan di sepanjang garis rambut, dibelakang telinga, di dalam saluran telinga, alis mata dan dada.
a. Dermatitis Numuler
Dermatitis Numuler adalah suatu peradangan dan ruam menetap yang menimbulkan gatal, yang ditandai dengan bintik berbentuk uang ogam disertai lepuhan-lepuhan keci, keropeng dan sisik-sisik.
Bintik-bintik bulat berawal sebagai beruntusan/jerawat dan lepuhan yang menyebabkan gatal yang selanjutnya pecah dan membentuk keropeng. Bintik-bintik ini lebih jelas tampak di punggung lengan atau tungkai dan di bokong, tetapi bisa juga ditemukan pada batang tubuh.
a. Dermatitis Herpetiformis
Dermatitis Herpetiformis adalah suatu penyakit kulit yang ditandai dengan adanya sekumpulan lepuhan kecil yang sangat gatal dan pembengkakan kulit yang menyerupai kaligata, yang sifatnya menetap.
Lepuhan-lepuhan kecil biasanya muncull secara bertahap; paling banyak ditemukan di sikut, lutut, bokong, punggung bagian bawah dan kepala bagan belakang. Kadang ditemukan di wajah dan leher.
Penderita merasakan gatal-gatal dan rasa panas yang sangat hebat.
1. Pencegahan dan Pengendalian
a. Cara mencegah penyakit dermatitis secara umum yaitu:
1) Jaga kelembaban kult dengan cara menghndari perubahan suhu.
2) Hindari berkeringat terlalu banyak atau kepanasan.
3) Kurangi Stress.
4) Hindari sabun dengan bahan yang terlalu keras.
5) Jika anda alergi maka hindarilah faktor pencetus alergi, seperti debu, bulu binatang, dll.
b. Pencegahan dematitis akibat kerja
Menurut Leavell dan Clarck, ada 5 tingkat pencegahan penyakit, tahap 1 dan 2 merupakan pencegahan primer, pencegahan sekunder adalah tahap 3 dan 4, dan pencegahan tersier adalah tahap ke-5. Secara lebih rinci, tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:
1) Promosi kesehatan.
2) Perlindungan khusus.
3) Deteksi dini dan pengobatan segera
4) Pembatasan kecacatan.
5) Rehabilitasi.
Dalam kaitannya dengan dermatitis kontak alergik berikut ini program-program pencegahan yang dapat dilakukan berdasarkan ke-5 tingkat pencegahan tersebut.
1) Pencegahan Primer
Dalam pencegahan primer terdapat promosi kesehatan dan perlindungan khusus. Memberikan informasi, komunikasi, dan edukasi terkait bahaya dan risiko penyakit kulit yang muncul di tempat kerja merupakan langkah-langkah yangdapat dilakukan dalam tingkat pencegahan ini. Mengedukasi terkait bahaya dan risiko yang terdapat di lingkungan kerja serta pelatihan penanganan proses kerja yang dapat menimbulkan risiko. Memberikan intervensi seperti pentingnya mencuci tangan. Mencuci tangan menggunakan sabun tertentu yang dapat menghilangkan bahan kimia yang menempel pada tangan agar mencegah semakin parahnya kondisi kulit. Selain itu menjaga kebersihan pakaian dengan mencuci pakaian terutama untuk mengurangi potensi bahaya dermatitis kontak alergi akibat terjadinya kontak dengan bahan kimia yang menempel di pakaian. Selain itu petugas kesehatan mampu mendorong pekerja menjadi perhatian terhadap penyakit kulit di sekitar lingkungan kerjanya dengan melaporkan kasus pekerja yang sakit.
2) Pencegahan Sekunder
Deteksi dini dan pengobatan segera serta pembatasan kecacatan termasuk kedalam bagian pencegahan sekunder. Petugas surveilans kesehatan dalam hal ini petugas kesehatan kerja mendeteksi munculnya gejala awal dermatitis kontak alergik seperti kulit kering dan kemerahan. Kondisi awal kesehatan memudahkan prognosis yang lebih baik.
3) Pencegahan Tersier (Rehabilitasi)
Mendorong pekerja untuk mematuhi segala peraturan dan melakukan upaya pencegahan atau pengendalian kontak dengan zat alergen agar pekerja tidak kambuh alerginya. Kemudian pihak manajemen dapat melakukan pemindahan pekerja ke area kerja yang tidak menimbulkan alergi. Pekerja dengan dermatitiskontak alergika hampir selalu dipindahkan dengan ke tempat kerja lain yang bebas dari alergen penyebab. Pemindahan kerja permanen mungkin diperlukan untuk menjauhkan selamanya dari paparan agen penyebab. Namun jenis pengendalian ini dilihat terasa kurang manusiawi karena memunculkan pekerja baru untuk terkena penyakit yang sama dengan pekerja sebelumnya.
c. Pengendalian Beberapa Jenis Dermatitis
Berikut ini pengobatan dan pencegahan untuk beberapa jenis dermatitis, :
1) Dermatitis Kontak Iritan
Pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekani, fisik, maupun kimawi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka dermatitis kontak iritan akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topical, cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.
Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topical, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis bisa diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.
Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan, untuk mencegah kontak dengan bahan tersebut.
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada dermatitis kontak iritan kronis yang penyebabnya multifactor.
2) Dermatitis atopik
Pengobatan dermatitis atopik.eksim dapat dilakukan dengan menggunakan krim atau salep corticosteroid seperti Hydrocortisone, Betamethasone, Desonide, Mometasone, Triamcinolone dapat mengurangi ruam dan mengendalikan rasa gatal akibat dermatitis atopik. Pencegahan dermatitis atopik ini dapat dilakukan dengan cara menghindari kulit kering menjadi salah satu faktor yang dapat mencegah terjadinya dermatitis atopik kambuh/muncul kembali.
3) Dermatitis Perioral
Penanganan dan perawatan dermatitis perioral dapat berbeda tergantung pada kondisi pasien dan kondisi penyakit yang dideritanya. Pilihan pengobatanya antara lain:
a. Antibiotik.
b. Imunomodulator.
c. Terapi fotodinamis
Pencegahan dermatitis perioral dapat dilakukan dengan menggunakan pembersih selain sabun dan menghentikan penggunaan semua olahan topikal misalnya kosmetik.
4) Dermatitis Herpetiformis
Penyakit dermatitis herpertiformis ini dapat diobati dengan dapson dan pemulihan dicapai dalam waktu 1-2 hari. Dapson memiliki berbagai efek samping, terutama pada sel darah dan biasanya menyebabkan anemia. Karena itu kepada penderita yang mengkonsumsi dapson dilakukan pemantauan terhadap sel darah. Kebanyakan penyakit ini menetap lama sehingga penderita harus mengkonsumsi dapson selama bertahun-tahun. Penderita sebaiknya menjalani diet bebas gluten.
5) Dermatitis Seboroik
Pada dasarnya, pengobatan Dermatitis Seboroik ditujukan untuk menghilangkan penyebabnya, jika penyebabnya diketahui, dan untuk meredakan gejalanya. Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan cara sebagai berikut:
a. Obat Minum ( sistemik ):
· Antihistamin untuk meredakan gatal dan reaksi alergi, misalnya: Loratadine 10 mg, Cetirizine 10 mg atau antihisamin golongan lainnya.
· Steroid, digunakan pada Dermatitis Seboroik yang berat. Pada pemakaian jangka lama, steroid digunakan secara tappering down, yakni dosis obat diturunkan secara bertahap dan berkala.
· Antibiotika, digunakan jika Dermatitis Seboroik disertai infeksi sekunder oleh kuman akibat garukan, gesekan, dan lain-lain.
b. Obat Topikal ( obat luar: salep, krim, gel, lotion, shampo, dll )
· Krim atau salep steroid. Pada area wajah digunakan steroid potensi rendah agar kulit wajah tidak menipis pada penggunaan jangka lama.
· Krim atau salep yang mengandung asam salisilat 2-5%, atau sulfur 4%, atau ter 2%, atau ketokonazole 2%, atau obat kombinasi.
· Shampo yang mengandung asam salisilat, sulfur, selenium sulfida 2%, zinc pirition 1-2 %. Digunakan untuk keramas 2-3 kali seminggu selama 5-10 menit, kemudian dibilas dengan air bersih.
Langkah pencegahan yang dapat dilakuka oleh penderita Dermatitis Seboroik yaitu dengan cara mengamati pemicu timbulnya kekambuhan. Jika sudah mengenali pemicunya, diupayakan untuk mencegah paparan faktor pemicu.
Pada umumnya penderita Dermatitis Seboroik mengalami kesulitan mengenali pemicu timbulnya kekambuhan. Hal ini wajar mengingat beragamnya faktor-faktor pemicu. Kalaupun faktor pemicunya dapat dikenali, tak jarang penderita sulit menghindarinya, terutama jika faktor-faktor pemicu tersebut merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, misalnya stress, iklim dan sejenisnya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dermatitis adalah penyakit kulit gatal-gatal, kering, dan kemerahan. Dematitis juga dapat didefinisikan sebagai peradangan pada kulit, baik karena kontak langsung dengan zat kimia yang mengakibatkan iritasi, atau reaksi alergi. Dengan kata lain, dermatitis adalah jenis alergi kulit.
Berdasarkan etiologinya dermatitis dibagi dalam tipe :
a. Dermatits kontak
b. Dermatitis Atopik.
c. Dermatitis Perioral.
d. Dermatitis Statis.
Gejala dermatitis bervariasi dengan semua bentuk yang berbeda dari kondisi tersebut. Mereka berkisar dari ruam kulit untuk ruam atau lecet termasuk bergelombang. Meskipun setiap jenis dermatitis memiliki gejala yang berbeda, ada tanda-tanda tertentu yang umum untuk mereka semua, termasuk kemerahan pada kulit, pembengkakan, gatal-gatal dan lesi kulit dan kadang-kadang berdarah dan jaringan parut. Juga, area kulit di mana gejala muncul cenderung untuk menjadi berbeda dengan setiap jenis dermatitis. Dermatitis menimbulkan respon tubuh yang berupa eritema, edema, papul, vesikel, skuama, linefikasi dan gatal.
Cara mencegah penyakit dermatitis secara umum yaitu:
1) Jaga kelembaban kult dengan cara menghndari perubahan suhu.
2) Hindari berkeringat terlalu banyak atau kepanasan.
3) Kurangi Stress.
4) Hindari sabun dengan bahan yang terlalu keras.
5) Jika memiliki alergi maka hindarilah faktor pencetus alergi, seperti debu, bulu binatang, dll
2. Saran
Dari pembahasan makalah diatas, penulis dapat memberikan beberapa saran kepada pembaca diantaranya yaitu:
a. Menjaga kebersihan dan kelembaban kulit.
b. Menjaga kontak langsung dengan bahan kimia yang memiliki konsentrasi tinggi terutama bagi orang-orang yang memiliki riwayat alergi sebelumnya agar dapat terhindar dari penyakit dermatitis kontak iritan.
c. Selalu menjaga kebersihan diri saat terpapar dengan bahan kimia.
d. Segera memeriksakan diri bila muncul gejala dermatitis agar segera mendapat penanganan dan pengobatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar